Friday, March 5, 2010

Sifat Terpuji Sabar


Sabar adalah pilar
kebahagiaan
seorang hamba.
Dengan kesabaran
itulah seorang
hamba akan terjaga
dari kemaksiatan,
konsisten
menjalankan
ketaatan, dan tabah
dalam menghadapi
berbagai macam
cobaan. Ibnul Qayyim
rahimahullah
mengatakan,
“ Kedudukan sabar
dalam iman laksana
kepala bagi seluruh
tubuh. Apabila kepala
sudah terpotong
maka tidak ada lagi
kehidupan di dalam
tubuh.” (Al
Fawa’id, hal. 95)
Pengertian Sabar
Syaikh Muhammad
bin Shalih Al
‘Utsaimin
rahimahullah
berkata, “Sabar
adalah meneguhkan
diri dalam
menjalankan
ketaatan kepada
Allah, menahannya
dari perbuatan
maksiat kepada
Allah, serta
menjaganya dari
perasaan dan sikap
marah dalam
menghadapi takdir
Allah….” (Syarh
Tsalatsatul Ushul,
hal. 24)
Macam-Macam
Sabar
Syaikh Muhammad
bin Shalih Al
‘Utsaimin
rahimahullah
berkata, “Sabar itu
terbagi menjadi tiga
macam:
1. Bersabar dalam
menjalankan
ketaatan kepada
Allah
2. Bersabar untuk
tidak melakukan hal-
hal yang diharamkan
Allah
3. Bersabar dalam
menghadapi takdir-
takdir Allah yang
dialaminya, berupa
berbagai hal yang
menyakitkan dan
gangguan yang
timbul di luar
kekuasaan manusia
ataupun yang
berasal dari orang
lain (Syarh
Tsalatsatul Ushul,
hal. 24)
Sebab Meraih
Kemuliaan
Di dalam Taisir
Lathifil Mannaan
Syaikh As Sa’di
rahimahullah
menyebutkan sebab-
sebab untuk
menggapai berbagai
cita-cita yang tinggi.
Beliau menyebutkan
bahwa sebab
terbesar untuk bisa
meraih itu semua
adalah iman dan
amal shalih.
Di samping itu, ada
sebab-sebab lain
yang merupakan
bagian dari kedua
perkara ini. Di
antaranya adalah
kesabaran. Sabar
adalah sebab untuk
bisa mendapatkan
berbagai kebaikan
dan menolak
berbagai keburukan.
Hal ini sebagaimana
diisyaratkan oleh
firman Allah ta’ala,
“Dan mintalah
pertolongan dengan
sabar dan
shalat.” (QS. Al
Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah
pertolongan kepada
Allah dengan bekal
sabar dan shalat
dalam menangani
semua urusan kalian.
Begitu pula sabar
menjadi sebab
hamba bisa meraih
kenikmatan abadi
yaitu surga. Allah
ta’ala berfirman
kepada penduduk
surga,
“ Keselamatan atas
kalian berkat
kesabaran
kalian. ” (QS. Ar
Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman,
“Mereka itulah
orang-orang yang
dibalas dengan
kedudukan-
kedudukan tinggi (di
surga) dengan sebab
kesabaran
mereka. ” (QS. Al
Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun
menjadikan sabar
dan yakin sebagai
sebab untuk
mencapai kedudukan
tertinggi yaitu
kepemimpinan
dalam hal agama.
Dalilnya adalah
firman Allah ta’ala,
“Dan Kami
menjadikan di antara
mereka (Bani Isra ’il)
para pemimpin yang
memberikan
petunjuk dengan
titah Kami, karena
mereka mau
bersabar dan
meyakini ayat-ayat
Kami.” (QS. As
Sajdah [32]: 24)
(Lihat Taisir Lathifil
Mannaan, hal. 375)
Sabar Dalam
Ketaatan
Sabar Dalam
Menuntut Ilmu
Syaikh Nu’man
mengatakan,
“ Betapa banyak
gangguan yang
harus dihadapi oleh
seseorang yang
berusaha menuntut
ilmu. Maka dia harus
bersabar untuk
menahan rasa lapar,
kekurangan harta,
jauh dari keluarga
dan tanah airnya.
Sehingga dia harus
bersabar dalam
upaya menimba ilmu
dengan cara
menghadiri
pengajian-pengajian,
mencatat dan
memperhatikan
penjelasanserta
mengulang-ulang
pelajaran dan lain
sebagainya.
Semoga Allah
merahmati Yahya bin
Abi Katsir yang
pernah mengatakan,
“Ilmu itu tidak akan
didapatkan dengan
banyak
mengistirahatkan
badan ”,
sebagaimana
tercantum dalam
shahih Imam Muslim.
Terkadang
seseorang harus
menerima gangguan
dari orang-orang
yang terdekat
darinya, apalagi
orang lain yang
hubungannya jauh
darinya, hanya
karena kegiatannya
menuntut ilmu. Tidak
ada yang bisa
bertahan kecuali
orang-orang yang
mendapatkan
anugerah ketegaran
dari Allah.” (Taisirul
wushul, hal. 12-13)
Sabar Dalam
Mengamalkan Ilmu
Syaikh Nu’man
mengatakan, “Dan
orang yang ingin
beramal dengan
ilmunya juga harus
bersabar dalam
menghadapi
gangguan yang ada
di hadapannya.
Apabila dia
melaksanakan
ibadah kepada Allah
menuruti syari’at
yang diajarkan
Rasulullah niscaya
akan ada ahlul bida’
wal ahwaa’ yang
menghalangi di
hadapannya,
demikian pula orang-
orang bodoh yang
tidak kenal agama
kecuali ajaran
warisan nenek
moyang mereka.
Sehingga gangguan
berupa ucapan harus
diterimanya, dan
terkadang berbentuk
gangguan fisik,
bahkan terkadang
dengan kedua-
keduanya. Dan kita
sekarang ini berada
di zaman di mana
orang yang
berpegang teguh
dengan agamanya
seperti orang yang
sedang
menggenggam bara
api, maka cukuplah
Allah sebagai
penolong bagi kita,
Dialah sebaik-baik
penolong” (Taisirul
wushul, hal. 13)
Sabar Dalam
Berdakwah
Syaikh Nu’man
mengatakan,
“ Begitu pula orang
yang berdakwah
mengajak kepada
agama Allah harus
bersabar
menghadapi
gangguan yang
timbul karena sebab
dakwahnya, karena
di saat itu dia tengah
menempati posisi
sebagaimana para
Rasul. Waraqah bin
Naufal mengatakan
kepada Nabi kita
shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
“Tidaklah ada
seorang pun yang
datang dengan
membawa ajaran
sebagaimana yang
kamu bawa
melainkan pasti akan
disakiti orang. ”
Sehingga jika dia
mengajak kepada
tauhid didapatinya
para da’i pengajak
kesyirikan tegak di
hadapannya, begitu
pula para pengikut
dan orang-orang
yang
mengenyangkan
perut mereka
dengan cara itu.
Sedangkan apabila
dia mengajak
kepada ajaran As
Sunnah maka akan
ditemuinya para
pembela bid’ah dan
hawa nafsu. Begitu
pula jika dia
memerangi
kemaksiatan dan
berbagai
kemungkaran
niscaya akan
ditemuinya para
pemuja syahwat,
kefasikan dan dosa
besar serta orang-
orang yang turut
bergabung dengan
kelompok mereka.
Mereka semua akan
berusaha
menghalang-halangi
dakwahnya karena
dia telah
menghalangi mereka
dari kesyirikan,
bid’ah dan
kemaksiatan yang
selama ini mereka
tekuni.” (Taisirul
wushul, hal. 13-14)
Sabar dan
Kemenangan
Syaikh Muhammad
bin Shalih Al
‘Utsaimin
rahimahullah
berkata, “Allah
ta’ala berfirman
kepada Nabi-Nya,
“Dan sungguh telah
didustakan para
Rasul sebelummu,
maka mereka pun
bersabar
menghadapi
pendustaan
terhadap mereka
dan mereka juga
disakiti sampai
tibalah pertolongan
Kami.” (QS. Al
An’aam [6]: 34).
Semakin besar
gangguan yang
diterima niscaya
semakin dekat pula
datangnya
kemenangan. Dan
bukanlah
pertolongan/
kemenangan itu
terbatas hanya pada
saat seseorang
(da’i) masih hidup
saja sehingga dia
bisa menyaksikan
buah dakwahnya
terwujud. Akan
tetapi yang
dimaksud
pertolongan itu
terkadang muncul di
saat sesudah
kematiannya. Yaitu
ketika Allah
menundukkan hati-
hati umat manusia
sehingga menerima
dakwahnya serta
berpegang teguh
dengannya.
Sesungguhnya hal itu
termasuk
pertolongan yang
didapatkan oleh
da’i ini meskipun
dia sudah mati.
Maka wajib bagi
para da’i untuk
bersabar dalam
melancarkan
dakwahnya dan
tetap konsisten
dalam
menjalankannya.
Hendaknya dia
bersabar dalam
menjalani agama
Allah yang sedang
didakwahkannya
dan juga hendaknya
dia bersabar dalam
menghadapi
rintangan dan
gangguan yang
menghalangi
dakwahnya. Lihatlah
para Rasul
shalawatullaahi wa
salaamuhu ‘alaihim.
Mereka juga disakiti
dengan ucapan dan
perbuatan sekaligus.
Allah ta’ala
berfirman yang
artinya,
“ Demikianlah,
tidaklah ada seorang
Rasul pun yang
datang sebelum
mereka melainkan
mereka (kaumnya)
mengatakan, ‘Dia
adalah tukang sihir
atau orang
gila’.” (QS. Adz
Dzariyaat [51]: 52).
Begitu juga Allah
‘azza wa jalla
berfirman, “Dan
demikianlah Kami
menjadikan bagi
setiap Nabi ada
musuh yang berasal
dari kalangan orang-
orang
pendosa.” (QS. Al
Furqaan [25]: 31).
Namun, hendaknya
para da’i tabah dan
bersabar dalam
menghadapi itu
semua…” (Syarh
Tsalatsatul Ushul,
hal. 24)
Sabar di atas Islam
Ingatlah bagaimana
kisah Bilal bin Rabah
radhiyallahu ‘anhu
yang tetap
berpegang teguh
dengan Islam
meskipun harus
merasakan siksaan
ditindih batu besar
oleh majikannya di
atas padang pasir
yang panas (Lihat
Tegar di Jalan
Kebenaran, hal. 122).
Ingatlah bagaimana
siksaan tidak
berperikemanusiaan
yang dialami oleh
Ammar bin Yasir dan
keluarganya. Ibunya
Sumayyah disiksa
dengan cara yang
sangat keji sehingga
mati sebagai
muslimah pertama
yang syahid di jalan
Allah. (Lihat Tegar di
Jalan Kebenaran, hal.
122-123)
Lihatlah keteguhan
Sa’ad bin Abi
Waqqash
radhiyallahu ‘anhu
yang dipaksa oleh
ibunya untuk
meninggalkan Islam
sampai-sampai
ibunya bersumpah
mogok makan dan
minum bahkan tidak
mau mengajaknya
bicara sampai mati.
Namun dengan tegas
Sa’ad bin Abi
Waqqash
mengatakan,
“ Wahai Ibu, demi
Allah, andaikata ibu
memiliki seratus
nyawa kemudian
satu persatu keluar,
sedetikpun ananda
tidak akan
meninggalkan
agama ini…” (Lihat
Tegar di Jalan
Kebenaran, hal. 133)
Inilah akidah, inilah
kekuatan iman, yang
sanggup bertahan
dan kokoh
menjulang walaupun
diterpa oleh berbagai
badai dan topan
kehidupan.
Saudaraku,
ketahuilah
sesungguhnya
cobaan yang
menimpa kita pada
hari ini, baik yang
berupa kehilangan
harta, kehilangan
jiwa dari saudara
yang tercinta,
kehilangan tempat
tinggal atau
kekurangan bahan
makanan, itu semua
jauh lebih ringan
daripada cobaan
yang dialami oleh
salafush shalih dan
para ulama pembela
dakwah tauhid di
masa silam.
Mereka disakiti,
diperangi,
didustakan, dituduh
yang bukan-bukan,
bahkan ada juga
yang dikucilkan. Ada
yang tertimpa
kemiskinan harta,
bahkan ada juga
yang sampai
meninggal di dalam
penjara, namun
sama sekali itu
semua tidaklah
menggoyahkan pilar
keimanan mereka.
Ingatlah firman Allah
ta’ala yang artinya,
“Dan janganlah
sekali-kali kamu
mati melainkan
dalam keadaan
sebagai seorang
muslim.” (QS. Ali
‘Imran [3] : 102).
Ingatlah juga janji
Allah yang artinya,
“Barang siapa yang
bertakwa kepada
Allah niscaya akan
Allah berikan jalan
keluar dan Allah akan
berikan rezeki
kepadanya dari jalan
yang tidak disangka-
sangka.” (QS. Ath
Thalaq [65] : 2-3).
Disebutkan dalam
sebuah riwayat
bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Ketahuilah,
sesungguhnya
datangnya
kemenangan itu
bersama dengan
kesabaran. Bersama
kesempitan pasti
akan ada jalan
keluar. Bersama
kesusahan pasti
akan ada
kemudahan.” (HR.
Abdu bin Humaid di
dalam Musnadnya
[636] (Lihat Durrah
Salafiyah, hal. 148)
dan Al Haakim dalam
Mustadrak ‘ala
Shahihain, III/624).
(Syarh Arba’in Ibnu
‘Utsaimin, hal. 200)
Sabar Menjauhi
Maksiat
Syaikh Zaid bin
Muhammad bin Hadi
Al Madkhali
mengatakan,
“ Bersabar menahan
diri dari kemaksiatan
kepada Allah,
sehingga dia
berusaha menjauhi
kemaksiatan, karena
bahaya dunia, alam
kubur dan akhirat
siap menimpanya
apabila dia
melakukannya. Dan
tidaklah umat-umat
terdahulu binasa
kecuali karena
disebabkan
kemaksiatan
mereka,
sebagaimana hal itu
dikabarkan oleh Allah
‘ azza wa jalla di
dalam muhkam al-
Qur’an.
Di antara mereka
ada yang
ditenggelamkan oleh
Allah ke dalam
lautan, ada pula yang
binasa karena
disambar petir, ada
pula yang
dimusnahkan dengan
suara yang
mengguntur, dan ada
juga di antara
mereka yang
dibenamkan oleh
Allah ke dalam perut
bumi, dan ada juga di
antara mereka yang
di rubah bentuk
fisiknya (dikutuk).”
Pentahqiq kitab
tersebut
memberikan
catatan, “Syaikh
memberikan isyarat
terhadap sebuah
ayat, “Maka
masing-masing
(mereka itu) kami
siksa disebabkan
dosanya, Maka di
antara mereka ada
yang kami timpakan
kepadanya hujan
batu kerikil dan di
antara mereka ada
yang ditimpa suara
keras yang
mengguntur, dan di
antara mereka ada
yang kami
benamkan ke dalam
bumi, dan di antara
mereka ada yang
kami tenggelamkan,
dan Allah sekali-kali
tidak hendak
menganiaya mereka,
akan tetapi
merekalah yang
menganiaya diri
mereka
sendiri. ” (QS. Al
‘Ankabuut [29] : 40).
“Bukankah itu
semua terjadi hanya
karena satu sebab
saja yaitu maksiat
kepada Allah
tabaaraka wa
ta’ala. Karena hak
Allah adalah untuk
ditaati tidak boleh
didurhakai, maka
kemaksiatan kepada
Allah merupakan
kejahatan yang
sangat mungkar
yang akan
menimbulkan
kemurkaan,
kemarahan serta
mengakibatkan
turunnya siksa-Nya
yang sangat pedih.
Jadi, salah satu
macam kesabaran
adalah bersabar
untuk menahan diri
dari perbuatan
maksiat kepada
Allah. Janganlah
mendekatinya.
Dan apabila
seseorang sudah
terlanjur terjatuh di
dalamnya hendaklah
dia segera bertaubat
kepada Allah dengan
taubat yang
sebenar-benarnya,
meminta ampunan
dan menyesalinya di
hadapan Allah. Dan
hendaknya dia
mengikuti kejelekan-
kejelekannya
dengan berbuat
kebaikan-kebaikan.
Sebagaimana
difirmankan Allah
‘azza wa jalla,
“Sesungguhnya
kebaikan-kebaikan
akan menghapuskan
kejelekan-
kejelekan. ” (QS.
Huud [11] : 114). Dan
juga sebagaimana
disabdakan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Dan
ikutilah kejelekan
dengan kebaikan,
niscaya kebaikan itu
akan
menghapuskannya.” (HR.
Ahmad, dll,
dihasankan Al Albani
dalam Misykatul
Mashaabih 5043)
…” (Thariqul
wushul, hal. 15-17)
Sabar Menerima
Takdir
Syaikh Zaid bin
Muhammad bin Hadi
Al Madkhali
mengatakan,
“ Macam ketiga dari
macam-macam
kesabaran adalah
Bersabar dalam
menghadapi takdir
dan keputusan Allah
serta hukum-Nya
yang terjadi pada
hamba-hamba-Nya.
Karena tidak ada
satu gerakan pun di
alam raya ini, begitu
pula tidak ada suatu
kejadian atau urusan
melainkan Allah lah
yang
mentakdirkannya.
Maka bersabar itu
harus. Bersabar
menghadapi
berbagai musibah
yang menimpa diri,
baik yang terkait
dengan nyawa, anak,
harta dan lain
sebagainya yang
merupakan takdir
yang berjalan
menurut ketentuan
Allah di alam
semesta…” (Thariqul
wushul, hal. 15-17)
Sabar dan Tauhid
Syaikh Al Imam Al
Mujaddid Al Mushlih
Muhammad bin Abdul
Wahhab
rahimahullahu
ta ’ala membuat
sebuah bab di dalam
Kitab Tauhid beliau
yang berjudul, “Bab
Minal iman billah,
ash-shabru ‘ala
aqdarillah” (Bab
Bersabar dalam
menghadapi takdir
Allah termasuk
cabang keimanan
kepada Allah)
Syaikh Shalih bin
Abdul ‘Aziz Alusy
Syaikh
hafizhahullahu
ta ’ala mengatakan
dalam penjelasannya
tentang bab yang
sangat berfaedah ini,
“Sabar tergolong
perkara yang
menempati
kedudukan agung (di
dalam agama). Ia
termasuk salah satu
bagian ibadah yang
sangat mulia. Ia
menempati relung-
relung hati, gerak-
gerik lisan dan
tindakan anggota
badan. Sedangkan
hakikat
penghambaan yang
sejati tidak akan
terealisasi tanpa
kesabaran.
Hal ini dikarenakan
ibadah merupakan
perintah syari’at
(untuk mengerjakan
sesuatu), atau
berupa larangan
syari’at (untuk
tidak mengerjakan
sesuatu), atau bisa
juga berupa ujian
dalam bentuk
musibah yang
ditimpakan Allah
kepada seorang
hamba supaya dia
mau bersabar ketika
menghadapinya.
Hakikat
penghambaan
adalahtunduk
melaksanakan
perintah syari’at
serta menjauhi
larangan syari’at
dan bersabar
menghadapi
musibah-musibah.
Musibah yang
dijadikan sebagai
batu ujian oleh Allah
jalla wa ‘ala untuk
menempa hamba-
hamba-Nya. Dengan
demikian ujian itu
bisa melalui sarana
ajaran agama dan
melalui sarana
keputusan takdir.
Adapun ujian dengan
dibebani ajaran-
ajaran agama adalah
sebagaimana
tercermin dalam
firman Allah jalla wa
‘ala kepada Nabi-
Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam di
dalam sebuah hadits
qudsi riwayat Muslim
dari ‘Iyaadh bin
Hamaar. Dia berkata,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
pernah bersabda
“Allah ta’ala
berfirman:
‘ Sesungguhnya Aku
mengutusmu dalam
rangka menguji
dirimu. Dan Aku
menguji (manusia)
dengan dirimu’.”
Maka hakikat
pengutusan Nabi
‘alaihish shalaatu
was salaam adalah
menjadi ujian.
Sedangkan adanya
ujian jelas
membutuhkan sikap
sabar dalam
menghadapinya.
Ujian yang ada
dengan diutusnya
beliau sebagai rasul
ialah dengan bentuk
perintah dan
larangan.
Untuk melaksanakan
berbagai kewajiban
tentu saja
dibutuhkan bekal
kesabaran. Untuk
meninggalkan
berbagai larangan
dibutuhkan bekal
kesabaran. Begitu
pula saat
menghadapi
keputusan takdir
kauni (yang
menyakitkan) tentu
juga diperlukan
bekal kesabaran.
Oleh sebab itulah
sebagian ulama
mengatakan,
“ Sesungguhnya
sabar terbagi tiga;
sabar dalam berbuat
taat, sabar dalam
menahan diri dari
maksiat dan sabar
tatkala menerima
takdir Allah yang
terasa
menyakitkan.”
Karena amat
sedikitnya dijumpai
orang yang sanggup
bersabar tatkala
tertimpa musibah
maka Syaikh pun
membuat sebuah
bab tersendiri,
semoga Allah
merahmati beliau.
Hal itu beliau lakukan
dalam rangka
menjelaskan
bahwasanya sabar
termasuk bagian dari
kesempurnaan
tauhid. Sabar
termasuk kewajiban
yang harus
ditunaikan oleh
hamba, sehingga ia
pun bersabar
menanggung
ketentuan takdir
Allah.
Ungkapan rasa
marah dan tak mau
sabar itulah yang
banyak muncul
dalam diri orang-
orang tatkala
mereka
mendapatkan ujian
berupa
ditimpakannya
musibah. Dengan
alasan itulah beliau
membuat bab ini,
untuk menerangkan
bahwa sabar adalah
hal yang wajib
dilakukan tatkala
tertimpa takdir yang
terasa menyakitkan.
Dengan hal itu beliau
juga ingin
memberikan
penegasan bahwa
bersabar dalam
rangka menjalankan
ketaatan dan
meninggalkan
kemaksiatan
hukumnya juga
wajib.
Secara bahasa sabar
artinya tertahan.
Orang Arab
mengatakan,
“ Qutila fulan
shabran” (artinya si
polan dibunuh dalam
keadaan “shabr”)
yaitu tatkala dia
berada dalam
tahanan atau sedang
diikat lalu dibunuh,
tanpa ada
perlawanan atau
peperangan. Dan
demikianlah inti
makna kesabaran
yang dipakai dalam
pengertian syar’i.
Ia disebut sebagai
sabar karena di
dalamnya
terkandung
penahanan lisan
untuk tidak berkeluh
kesah, menahan hati
untuk tidak merasa
marah dan menahan
anggota badan untuk
tidak
mengekspresikan
kemarahan dalam
bentuk menampar-
nampar pipi,
merobek-robek kain
dan semacamnya.
Maka menurut istilah
syari’at sabar
artinya: Menahan
lisan dari mengeluh,
menahan hati dari
marah dan menahan
anggota badan dari
menampakkan
kemarahan dengan
cara merobek-robek
sesuatu dan
tindakan lain
semacamnya.
Imam Ahmad
rahimahullah
berkata, “Di dalam
al-Qur’an kata
sabar disebutkan
dalam 90 tempat
lebih. Sabar adalah
bagian iman,
sebagaimana
kedudukan kepala
bagi jasad. Sebab
orang yang tidak
punya kesabaran
dalam menjalankan
ketaatan, tidak
punya kesabaran
untuk menjauhi
maksiat serta tidak
sabar tatkala
tertimpa takdir yang
menyakitkan maka
dia kehilangan
banyak sekali bagian
keimanan”
Perkataan beliau
“Bab Minal imaan,
ash shabru ‘ala
aqdaarillah”
artinya: salah satu
ciri karakteristik
iman kepada Allah
adalah bersabar
tatkala menghadapi
takdir-takdir Allah.
Keimanan itu
mempunyai cabang-
cabang.
Sebagaimana
kekufuran juga
bercabang-cabang.
Maka dengan
perkataan “Minal
imaan ash shabru”
beliau ingin
memberikan
penegasan bahwa
sabar termasuk
salah satu cabang
keimanan. Beliau
juga memberikan
penegasan melalui
sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh
Muslim yang
menunjukkan bahwa
niyaahah (meratapi
mayit) itu juga
termasuk salah satu
cabang kekufuran.
Sehingga setiap
cabang kekafiran itu
harus dihadapi
dengan cabang
keimanan. Meratapi
mayit adalah sebuah
cabang kekafiran
maka dia harus
dihadapi dengan
sebuah cabang
keimanan yaitu
bersabar terhadap
takdir Allah yang
terasa
menyakitkan” (At
Tamhiid,
hal.389-391)

0 comments:

Post a Comment

SING arep pada komentar ya ngonoh,gratis ra bayar ora...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog